Bro dan sis sekalian…tertegun IWB membaca postingan bro Vandra aka MMblog. Menyoroti postingan koran Kompas yang memuat pelarangan sepeda motor seluruh wilayah DKI…….jelas wacana ini membuat IWB botak sariawan. Lha piye mzbro…..angkutan umum sik madul-madul ora karuan koq moro-moro njedul rencana yang pelarangan sepeda motor dijalanan Jakarta. Tidak hanya diThamrin namun kedepan seluruh wilayah Jakarta. Ediannn!. Apes bener nasib biker rekkk-rekkkk…..
Dari penggalan artikel Kompas bisa kita baca……pembatasan ruas jalan Thamrin untuk kendaraan sepeda motor adalah uji coba tahap 1 sebelum seluruh wilayah DKI haram dilalui kendaraan roda kedepan. Dinas perhubungan DKI berdalih bahwa mereka sudah menyiapkan 10 bis tingkat gratis serta 11 tempat parkir disekitar luas jalan tersebut. Shifting diharapkan mulus dan wajib dituruti seluruh biker. Alasan mereka kendaraan roda dua selama ini dianggap tidak aman serta biang kesemrawutan serta kemacetan jalanan ibu kota. Sebuah justifikasi prematur tanpa penggalian lebih dalam akar permasalahan sesungguhnya….
Jika ada yang mengatakan motor biang kemacetan jelas IWB tidak setuju. Berjubelnya motor tidak akan membuat stuck dijalan sempit sekalipun. Namun sekalinya nongol kendaraan roda 4….nyuwun sewu ki, langsung beda flow-nya mzbro. Jadi ngadat brebet kayak busi mau mati. Lawong IWB juga suka nyetir dan jujur……mobil memang lebih banyak memakan tempat. Sedang motor…..jauh lebih kompak serta simpel. Artinya apa?. Bakal tidak fair jika yang digiring dan dipaksa naik angkutan umum hanya biker. Sementara mobil-mobil pribadi masih melenggang santai. Satu mobil hanya diisi sopir dan….seorang anak SMA dibelakang yang disinyalir adalah juragannya. Pemandangan ini sering IWB temui. Tidak heran RSA memberikan pernyataan sikap atas wacana diatas dan menghimbau agar tidak grusa-grusu yakni…..
1. Sosialisasikan alasan-alasan pembatasan sepeda motor kepada masyarakat luas melalui media massa dan media sosial. Materi sosialisasi mencakup seberapa besar tingkat kecelakaan di kawasan yang akan diterapkan pembatasan. Selain itu, sejauhmana tingkat kemacetan yang ditimbulkan oleh sepeda motor di kawasan yang dimaksud.
2. Sampaikan ke publik hasil uji coba. Sejauhmana dampaknya terhadap masalah kecelakaan dan kemacetan di kawasan yang diujicoba.
3. Penuhi kaidah-kaidah yang diamanatkan oleh UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) maupun aturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah (PP) No 32/2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, serta Perda No 5/2014 tentang Transportasi.
4. Sesegera mungkin wujudkan transportasi publik yang aman, nyaman, aman, selamat, tepat waktu, terjangkau secara akses dan finansial, serta ramah lingkungan. Angkutan umum yang sesuai standar pelayanan minimum (SPM) yang sepadan. (*)
Kebijakan di hilir soal pembatasan lalu lintas kendaraan sebenarnya tidak perlu dilakukan bila persoalan di hulunya, yakni angkutan umum massal yang nyaman cukup tersedia. Angkutan umum massal yang aman, nyaman, selamat, tepat waktu, terjangkau secara akses dan finansial, serta ramah lingkungan menjadi dambaan publik. Andai angkutan seperti itu tersedia cukup banyak, rasanya penggunaan kendaraan bermotor pribadi seperti mobil penumpang dan sepeda motor bisa tereduksi secara alamiah.
Di sisi lain, andai perilaku individual masyarakat kota dapat dikurangi, maka penggunaan kendaraan pribadi pun dapat menyusut. Kita selalu sibuk dengan persoalan di hilir dan lalai atas persoalan di hulu, termasuk dalam permasalahan kecelakaan lalu lintas jalan. Bila pemda menerapkan pembatasan sepeda motor, kendaraan substitusinya juga harus sepadan sehingga hak bermobilitas warga masih dapat terpenuhi. Nah….pertanyaannya, Pemda wis iso opo durung?. Lawong nunggu busway aja sampe jenggot sariawan geblak katene semaput koq saking lamanya. Sekalinya datang kapasitas full nggak muat jadi kayak ikan pepes digencet didalam. Seharusnya….buktikan dulu dengan penyediaan angkutan umum memadai baru pelarangan dibuat. Kuwi baru pinterrrr, iyo ora kangbro? …(iwb)